Epistemologi
Epistemologi merupakan aspek yang membahas
tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari
pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah “Theory of knowledge”.
Epistemologi berasal dari kata “episteme”
dan “logos”. Episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian
epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk
memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai
proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip
kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert
D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi
Azra menambahkan bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas
tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur,
metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Pengetahuan
inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini
yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya,
ditinjau dari segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang
sangat berbeda jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut
berkembang dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat
beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
- Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
- Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.
3. Premis
Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran,
dan kepastian.
4. Premis
Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan
dalil-dalilnya.
1. Objek dan Tujuan Epistimologi
Dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan,
sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat,
sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang
tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan
memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan
tercapainya tujuan.
Objek epistemologi ini
menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha
kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah
yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang
harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir,
sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain
mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk
menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk
memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi
yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting
dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
2.
Landasan Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
disebut ilmiah sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan
demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak
tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat
penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun,
membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu. Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat
dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang
akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup
permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa
kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan
berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
b. Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan
lebih jelas. Pada langkah ini
kitamengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut.Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang
berwujud gejala yang sedang kita telaah.
c.
Pengajuan hipotesis merupakan
usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan
sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah
tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran
induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui
kebenarannya.
d. Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan
konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi
hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat
dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita
ajukan.
e.
Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta
sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada
dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti,
sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak
terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan
hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung
oleh fakta.
f. Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar